Cerita Karanganku : Cinta Online

 Cinta Online


Kata orang, kita tidak bisa jatuh cinta pada orang yang sama sekali belum pernah kita temui. Tapi aku tidak pernah percaya dengan hal itu. Semua itu adalah omong kosong. Aku pernah mengalaminya sendiri. Terserah kau mau percaya atau tidak, tapi aku akan tetap menceritakannya padamu. 

Aku bertemu dengannya di Instagram. Selama pandemi Covid-19 ini, Instagram menjadi teman setiaku, serta menjadi penghilang kebosananku selama tetap berada di rumah. Aku juga mendapatkan banyak teman online di Instagram. Salah satunya adalah cowok itu. Ya... Dia adalah Dion. Kami bisa berteman karena dia memiliki hobi yang sama denganku. Dion adalah teman chat yang mengasyikkan. Dia humoris, dan dia juga sangat baik. Selama enam bulan berteman, kami belum pernah memperlihatkan wajah kami masing-masing. Kami berdua tidak suka memposting wajah kami di sosial media. Alasannya, karena kami tidak percaya diri. Kami juga tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Hubungan pertemanan kami tetap baik-baik saja. 

Kami juga sering curhat masalah masing-masing. Dion adalah teman curhat yang baik. Dia selalu memberikan solusi atas setiap permasalahanku. Sedangkan aku—aku tidak pernah merasa jika aku adalah teman curhat yang baik, tapi dia selalu mengatakan bahwa aku adalah teman curhat yang sangat baik, tapi aku tidak pernah mempercayai hal itu. 

Dion adalah anak broken home. Orang tuanya bercerai saat dia masih duduk di bangku sekolah dasar. Dia tinggal bersama paman dan bibinya. Orang tuanya tidak pernah mau mengurus dirinya, karena rasa benci antara dua orang itu. Dion yang tentunya memiliki wajah yang mirip dengan wajah orang tuanya, dibuang. Untungnya, dia masih punya paman dan bibi yang baik. 

“Kau sungguh beruntung,” kata Dion. “Kau punya keluarga yang bahagia dan orang tua yang selalu menyayangimu. Sedangkan aku... Aku dibuang oleh orang tuaku sendiri. Terkadang, aku merasa kalau aku tidak ada gunanya jika terus hidup. Tapi aku sadar, kalau ada paman dan bibi yang sangat menyayangiku. Aku tidak ingin membuat mereka sedih. Angela, jangan pernah membenci orang tuamu hanya karena masalah sepele.”

Saat itu aku sedang curhat padanya tentang kekesalanku pada orang tuaku. Aku meminta casing ponsel baru yang lucu, namun mereka tidak mengindahkan permintaanku. Kata mama, casing ponselku yang lama masih bagus. Sayang kalau beli lagi. Setelah aku renungi, kata-kata mama ada benarnya. Buat apa beli yang baru kalau yang lama masih bagus?

Kata-kata Dion seketika menyihirku. Terkadang aku berpikir, Dion adalah seorang penyihir. Kata-katanya tidak pernah berhenti membuatku kagum. Anak itu lebih bijak dari semua orang tua di dunia ini. 

Setiap hari mengobrol dengannya membuatku memiliki perasaan aneh di hatiku. Setiap kali Dion mengirimiku pesan, hatiku berdebar kencang. Entah perasaan apa ini. Aku tidak pernah mengetahuinya. 

Perasaan itu semakin menjadi-jadi dari hari ke hari. Setiap saat, aku memikirkannya. Kadang-kadang aku berpikir, apakah aku jatuh cinta padanya? Namun, itu mustahil bukan? Bagaimana kau bisa jatuh cinta pada orang yang sama sekali belum pernah kau temui dan belum pernah kau lihat wajahnya? 

Aku menceritakan hal itu pada sahabatku, Nayla. Aku keheranan dan sedang butuh jawaban. Aku berpikir, mungkin Nayla bisa membantuku. Kebetulan, pada saat itu, Nayla sedang online di WhatsApp. Langsung saja aku mengiriminya pesan.

“Nay, lo percaya ga sih kalo kita ga bisa jatuh cinta sama orang yang belum pernah kita temuin?”

Nayla menjawab, “Bisa iya bisa nggak.”

“Ih... Gimana sih maksudnya?”

“Hm... Menurut gue sih bisa aja. Soalnya, adek sepupu gue pacaran sama temen onlinenya. Berarti, itu bukan hal yang mustahil. Btw, kenapa lo tanya-tanya soal ginian?”

“Jadi gini Nay... Gue punya temen online, namanya Dion. Dia ini orangnya baik banget. Gue suka curhat ke dia, dan dia juga suka curhat ke gue. Dia temen curhat yang asyik. Dia juga baik dan perhatian. Setiap hati, gue sama Dion ngobrol, pokoknya udah kayak bestie di real life deh! Tapi, gue sama Dion ga pernah liat nunjukin wajah masing-masing. Tau lah gue orangnya gimana. Gue ga suka selfie ato nge-upluoad foto gue di medsos. Si Dion juga gitu. Tapi, akhir-akhir ini gue ngerasa aneh banget Nay. Masa setiap kali gue chat-an sama dia, gue ngerasa deg-degan. Kayak lagi ngobrol sama Kak Arif. Setiap kali dia ngirim pesan ke gue, gue juga ngerasa kalo jantung gue berdebar-debar kencang. Kira-kira kenapa ya Nay?”

“Hm... Kayaknya lo suka sama dia deh,” kata Nayla. 

“Ah, jangan ngadi-ngadi lu Nay. Gimana mau suka sama dia, ngeliat muka dia aja belum pernah.”

“Cinta kan buta zheyeng... Kalo lo udah cinta, ya bakalan cinta. Ga peduli lo udah pernah ketemu sama atau belom, pernah ngeliat muka dia ato belom.”

“Keknya lo ada benernya juga.”

“Udahan ya chat-nya. Emak gue udah nyuruh gue tidur nih.”

“Okedeh, bye.”

Setelah mematikan handphoneku. Aku berpikir, apakah aku benar-benar mencintainya? 

Aku sengaja tidak chat-an dengannya selama seminggu. Hanya ingin tahu, apakah aku benar-benar mencintainya atau tidak. 

Selama tujuh hari ini, aku merasa rindu berat dengan Dion, meskipun dia terus mengirimiku pesan—dan aku selalu mengabaikannya. Rasa rindu ini semakin memuncak. Akhirnya pada hari ketujuh, aku pun menghubunginya lagi. 

“Kamu kemana aja Angel? Aku udah nge-spam chat ke kamu. Tapi tetep aja nggak kamu balas. Kenapa kamu menghindar dari aku? Apa aku ada bikin kesalahan?” tanya Dion

“Tidak—sama sekali tidak! Aku–aku... Sengaja menghindarimu bukan karena kamu ada bikin kesalahan.”

“Lalu, karena apa?”

“Dion, kamu sahabat baik aku. Kamu selalu jadi teman curhat aku. Dan karena itu, aku jadi suka sama kamu. Aku sengaja tidak mengirimkan pesan padamu selama tujuh hari, untuk membuktikan apakah aku benar-benar suka sama kamu.”

“Kamu... Suka sama aku?”

“Ya. Selama tujuh hari ini, aku mendapatkan jawabannya. Aku suka sama kamu.”

“Mm... Aku agak ragu mau bilang ke kamu. Sebenarnya, aku juga suka kamu. Waktu kamu ngilang, aku sedih banget. Syukurlah kamu udah mau ngomong sama aku lagi.”

“Jadi kita terjebak cinta online?”

“I think so...”

“Oke, bagaimana kalau kita mengirimkan wajah kita masing-masing?”

“Ide bagus.”

Sejak saat itu, aku tidak pernah lagi mendapatkan pesan dari Dion. Nayla bohong. Cinta itu tidak buta dan memandang fisik. Dion, meskipun anak itu memiliki segudang kata-kata bijak dan kisah hidup yang menyedihkan, ternyata dia sama saja dengan yang lain. Oleh karena itu, aku tidak pernah lagi langsung percaya dengan kepribadian seseorang hanya dengan kata-katanya. Apalagi dia adalah orang aku temui di internet.



Komentar

Postingan Populer